BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
berbicara dan keefektifan berbicara
Semua orang memiliki kemampuan berbicara. Akan tetapi, jika
seseorang dituntut untuk berbicara didepan umum dengan situasi yang formal,
mereka mengalami kesulitan. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima
informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian.
Tampil berbicara dengan hanya
mengandalkan teknik rhetorika, nampaknya tidaklah cukup untuk menjadi seorang
pembicara yang handal. Karena bagimanapun hebatnya daya pesona yang ditimbulkan
oleh seorang pembicara dalam penampilannya tanpa didukung oleh efektifitas
pembicaraan yang dibawakannya, maka apa yang disampaikannya itu akan berlalu
begitu saja tanpa menimbulkan kesan yang mendalam, atau dengan kata lain efek
pesan yang disampaikannya itu hanya bertahan sampai selesainya pembicaraan,
begitu pembahasan selesai maka selesai pulalah segalanya.
Untuk itulah maka disamping seorang pembicara perlu memiliki rhetorika
yang baik, ia juga perlu menguasai apa yang disebut berbicara yang efektif.
Berbicara efektif merupakan sarana penyampaian ide kepada orang atau khalayak
secara lisan dengan cara yang mudah dicerna dan dimengerti oleh pendengarnya.
Hal itu dapat terjadi jika pembicaraannya sistematis, benar, tepat dan tidak
berbelit-belit dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Dikutip dari buku Hendri Guntur Tarigan
bahwa berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada
kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa
tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.
Berbicara juga dapat diartikan
kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan dan
perasaan.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar
dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul
memahami isi pembicaranya, disamping juga dapat mengevaluasi efek komunikasinya
terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi
bagaimana mengemukakannya. Bagaimana mengemukakannya, hal ini menyangkut
masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut.
Kemampuan berbicara merupakan hal yang sangat penting,
karena untuk melakukan komunikasi dengan orang lain. Berbicara merupakan suatu perbuatan manusia yang bersifat individual, artinya
tidak ada orang yang berbicara sama dalam memilih kata, tempo bicara, lagu
bicara dan lain-lain.
Menurut Bambang Setyono (1998:19) mengungkapkan bahwa
”Bicara merupakan vokal-vokal dengan kekerasan yang bervariasi lama-kelamaan
berkembang menjadi bunyi-bunyi yang lebih sempurna sesuai dengan kematangan
fisik dan mentalnya”. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1984:31) ”Berbicara adalah suatu perbuatan manusia yang bersifat individual,
artinya tidak ada orang yang berbicara sama dalam memilih kata, tempo bicara,
lagu bicara dan lain-lain”.
Menurut Maidar G. Arsjad & Mukti U S (1988:17) adalah
sebagai berikut: “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan
kalimat-kalimat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan”.
Berbagai pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa
bicara adalah suatu perbuatan dengan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat
bicara untuk megekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbicara.
B.
Dasar-dasar
berbicara efektif
Pada dasarnya berbicara efektif pada
kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu pembukaan, isi atau inti
permasalahan, dan penutup.
a.
Pembukaan
Pembukaan
adalah bagian awal dari setiap pembicaraan. Pembukaan termasuk bagian penting
karena turut menentukan sukses tidaknya suatu pembicaraan. Bila pembukaan sudah
berhasil menggugah minat dengar orang, maka kesuksesan pembicaraan sudah 50 %
ada ditangan si pembicara. Sebaliknya, bila pembukaannya saja sudah
membosankan, maka kegagalan penyampaian pesan dapat dikatakan sudah 90%, karena
yakinlah bahwa pembicara akan diabaikan atau tidak akan diperhatikan oleh pendengar.
Pembukaan
seyogyanya dilakukan paling lama lima menit. Dan diharapkan waktu lima menit
tersebut dapat memberikan kesan yang menyenangkan dan menarik minat bagi para
pendengar sehinga para pendengar bersedia menyimak pembicaraan selanjutnya
dengan seksama.
Pada
acara formal, misalnya pidato, isi “Pembukaan” biasanya terdiri dari salam
kepada orang/pejabat atau tokoh setempat yang hadir, ucapan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan, dan ulasan sekilas tentang masalah yang akan
dibicarakan.
Pembukaan
sebaiknya memuat common interest dari pendengar. Misalnya berbicara tentang
hal-hal aktual yang sedang terjadi yang menjadi bahan pembicaraan yang hangat
di masyarakat, walaupun mungkin tidak ada kaitannya dengan yang akan
dibicarakan. Bisa juga disisipkan beberapa lelucon/anekdot segar yang dapat
menggugah perhatian dan simpati orang. Alangkah baiknya apabila lelucon atau
“penyegar” tersebut secara tidak langsung dapat disambungkan dengan inti
masalah.
Bila
kata pembukaan berhasil, perhatian pendengar secara halus dapat ditarik ke inti
permasalahan. Pembukaan pada setiap
kesempatan pembicaraan sangat berbeda, tergantung pada misi, sifat, lawan
bicara, dan suasana pembicaraan.
1)
Misi Pembicaraan
Pembukaan
dipengaruhi oleh misi pembicaraan. Yang dimaksudkan dengan misi pembicaraan di
sini adalah tujuan pertemuan atau pembicaraan dan tugas yang dibebankan kepada
si pembicara untuk disampaikan kepada hadirin
2)
Sifat Pembicaraan
Pembukaan
dipengaruhi oleh sifat pembicaraan, apakah serius, resmi, atau tidak sama
sekali. Pembukaan di depan forum resmi, misalnya pertemuan atau rapat dinas
yang dihadiri oleh pejabat kantor bersangkutan dan para pejabat pemerintah,
sifatnya sangat formal yang biasanya akan mengikuti tatanan yang sudah baku
dalam acara resmi. Dalam hal ini, pembukaan harus benar-benar mencerminkan
keseriusan dari acaranya. “Pembukaan” pembicaraan atau pidato dapat disisipi
“penyegaran” dengan sedikit humor, dan bisa dilakukan dengan santai tapi dengan
tidak menghilangkan keseriusan acara.
3)
Lawan Bicara
Lawan
bicara turut menentukan “pembukaan” pembicaraan. Lawan bicara atau pendengar
bisa dikategorikan dalam dua bahagian, yaitu kelompok atau perseorangan.
Pembicaraan dengan perseorangan (seseorang), pembukaannya biasanya lebih diwarnai dengan gaya yang
sifatnya kekeluargaan, apalagi kalau keduanya sudah akrab. Namun apabila
pembicara dengan lawan bicara belum akrab benar maka pembukaan disampaikan
seperlunya hingga dirasa suasana sudah “hangat”, kemudian kita dapat masuk ke
masalah inti yang akan disampaikan.
Berbeda
jika pembicaraan dilakukan dihadapan banyak orang maka harus diperhatikan siapa
siapa yang menjadi lawan bicara, pembukaannya harus ditujukan kepada semua
hadirin.
Disamping
itu, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: usia, status sosial, bahasa
dari lawan bicara, karena ini berkaitan dengan adat kesopanan yang juga akan
sangat menentukan minat dengar dari lawan bicara.
4)
Suasana
Suasana
juga ikut menentukan bagaimana pembukaan suatu pembicaraan. Baik isi maupun
pola tutur bahasa bahkan nada bicara yang digunakan adalah sangat erat
hubungannya dengan suasana yang berlangsung atau yang dihadapi oleh pembicara.
Karenanya pembicara harus memahami betul suasana yang dihadapinya untuk memulai
atau membuka suatu pembicaraan, apakah gembira, sedih, santai atau suasana yang
lainnya. Pembukaan pembicaraan atau sambutan dan sejenisnya, pada suatu acara
pemakaman jangan sampai disamakan seperti pada pembukaan acara ulang tahun,
atau sebaliknya.
b.
Isi/Inti Pembicaraan
Inti
pembicaraan merupakan bagian paling pokok dalam pembicaraan. Bagian ini
merupakan tujuan dari pembicaraan. Dalam bagian inilah rincian permasalahan
akan dibahas.
Dalam
acara-acara tertentu, misalnya diskusi, seminar, sarasehan, biasanya
penyampaian inti permasalahan tidaklah perlu terlalu mendetail, melainkan hanya
pada butir-butir pokoknya sajalah yang disampaikan. Penyampaian yang mendetail
biasanya disampaikan dalam forum tanya jawab.
Isi
pembicaraan harus dapat disampaikan secara lengkap dengan sistematis dan tidak
berkepanjangan atau bertele-tele. Pembicara harus konsisten dengan inti
permasalahan. Pembicaraan tidak boleh merambat ke hal-hal di luar permasalahan
yang dibicarakan, terkecuali jika hal itu diambil sekedar sebagai referensi
atau sebagai loncatan berfikir (itupun harus dibatasi dan dijaga jangan sampai
berkembang lebih jauh). Untuk lebih memfokuskan perhatian pendengar dapat
dibantu dengan presentasi yang menggunakan alat audio, visual atau audio
visual.
Sesekali
sisipkan anekdot atau guyonan penyegar suasana. Dan selanjutnya libatkan
hadirin dalam permasalahan yang disampaikan, misalnya dengan melontarkan
pertanyaan yang berhubungan dengan inti permasalahan. Cara seperti ini hampir
selalu dapat mengikat perhatian pendengar sepanjang pembicaraan.
Perlu
diperhatikan bahwa, sebaiknya lama pembicaraan tidak lebih dari satu jam per
sesi. Pembahasan inti permasalahan dapat dilanjutkan lagi dalam forum tanya
jawab. Setelah semua inti materi disampaikan, tiba saatnya untuk menutup
pembicaraan.
c.
Penutup
Pada
akhir pembicaraan hendaknya diusahakan adanya kata-kata penutup yang dibuat
sesingkat mungkin, paling lama tiga sampai lima menit. Dalam penutup dapat
disampaikan kesimpulan atau rangkuman penting sebagai hasil pembicaraan itu.
Penutup
biasanya diakhiri dengan ucapan terima kasih kepada hadirin atas perhatian yang
diberikan dan kepada penyelenggara apabila berbicara pada suatu acara resmi. Dan terakhir sekali
adalah ucapkan salam sebagai penutup pembicaraan.
C. Faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara
1.
Faktor
kebahasaan
Menurut Maidar G Arsjad dan Mukti U S ( 1988:17 ), faktor-faktor kabahasaan
yang menunjang kemampuan berbicara adalah sebagai berikut :
a). Ketepatan Ucapan
Seorang pembicara
harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan
bunyi bahasa yang kurang tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar,
kebosanan dan kurang menyenangkan. Sudah tentu pula ucapan dan artikulasi yang
kita gunakan tidak selalu sama, masing-masing mempunyai gaya tersendiri dan
gaya bahasa yang berubah-ubah sesuai dengan pokok pembicaran, perasaan dan
sasaran
b). Penempatan
tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai
Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan durasi akan
merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan
faktor-faktor penentu walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan
penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai. Akan menyebabkan
masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar-datar saja,
hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan dan keefektifan berbicara
tentu berkurang.
c). Pilihan kata /Diksi
Dalam pemilihan kata
hendaknya tepat, jelas dan bervariasi: jelas maksudnya mudah dimengerti oleh
pendengar, misalnya kata-kata populer tertentu lebih efektif dari pada
kata-kata muluk-muluk. Kata-kata yang
belum dikenal memang membangkitkan rasa ingin tahu, namun akan menghambat
kelancaran komunikasi. Selain itu hendaknya pilih kata-kata yang konkret
sehingga mudah dipahami pendengar.
d). Ketepatan sasaran pembicara
Semua ini menyangkut
kalimat. Pembicara yang menggunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar
menangkap pembicaraannya. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar
pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang pembicara harus mampu
menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu
menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau menimbulkan akibat.
Kalimat
yang efektif mempunyai ciri-ciri kebutuhan, pertautan, pemusatan perhatian dan kehematan. Kebutuhan kalimat jika setiap kata betul-betul
merupakan bagian dari sebuah kalimat, bisa juga rusak karena ketiadaan subjek
atau adanya kerancuan. Pertautan pertalian dengan hubungan antara unsur-unsur
kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah
kalimat. Hubungan harus jelas dan logis. Pemusatan perhatian dalam kalimat
dapat ditempatkan pada bagian awal atau akhir kalimat. Selain itu kalimat
efektif juga harus hemat dalam pemakaian kata sehingga kata yang tidak
berfungsi perlu disingkirkan.
2.
Faktor
nonkebahasaan
Menurut Maidar G Arsjad dan Mukti U S
(1988:20-22), keefektifan berbicara tidak hanya didukung oleh faktor
kebahasaan, dalam proses belajar mengajar berbicara, sebaiknya faktor
nonkebahasaan ini ditanamkan terlebih dahulu, sehinga kalau faktor non
kebahasaan sudah dikuasai akan memudahkan penerapan faktor kebahasaan.
Yang termasuk faktor nonkebahasaan adalah sebagai berikut
:
a). Sikap
yang wajar, tenang dan tidak kaku.
Sikap yang wajar oleh pembicara sudah
dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini sangat
banyak ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi. Penguasaan
materi yang baik, akan menghilangkan kegugupan dan sikap ini juga memerlukan
latihan.
b). Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara.
Banyak pembicara kita saksikan berbicara
tidak memperhatikan pendengar, tetapi melihat keatas, kesamping, atau menunduk.
Akibatnya perhatian pendengar berkurang. Hendaknya diusahakan supaya pendengar
merasa terlibat dan diperhatikan.
c). Kesediaan menghargai pendapat orang lain.
Seorang pembicara hendaknya dalam
menyampaikan isi pembicaraan memiliki sikap terbuka dalam arti dapat menerima
pendapat pihak, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau
ternyata memang keliru. Selain itu juga harus mampu mempertahankan pendapatnya
yang mana mengandung argumentasi yang kuat dan betul-betul diyakini
kebenarannya.
d). Gerakan-gerakan dan mimik yang tepat dapat pula menunjang
keefektifan berbicara. Hal-hal yang penting selain mendapat tekanan, biasanya
juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik hal ini dapat menghidupkan
komunikasi. Tetapi gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektifan
berbicara sehingga kesan kurang dipahami.
e). Kenyaringan suara juga sangat menentukan.
Tingkat kenyaringan ini disesuaikan
dengan situasi, tempat, jumlah pendengar dan akustik tetapi perlu diperhatikan
jangan berteriak. Kita antara kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh
semua pendengar dengan jelas, dengan juga memuat kemungkinan gangguan dari
luar.
f). Kelancaran
Kelancaran berbicara akan memudahkan
pendengaran menangkap isi pembicaraannya. Selain itu berbicara yang
terputus-putus bahkan menyelipkan bunyi ee, oo, aa dapat mengganggu penangkapan
pendengaran, dan sebalikya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan
menyulitkan pendengar menangkap pembicaraanya.
g). Relevansi atau
Penalaran
Proses berfikir untuk sampai pada suatu
kesimpulan haruslah logis yang meliputi berbagai gagasan. Hal ini berarti
hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus
logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.
h). Penguasaan topik
Dalam pembicaraan formal selalu menuntut
persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai.
Pengusaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi
penguasaan topik ini sangat penting bahkan merupakan faktor utama dalam
berbicara.
D. Hambatan berbicara efektif
1.
Terlalu
banyak pengulangan kata
2.
Tempo
bicara yang cepat
3.
Teknik
yang buruk
4.
Mengkopi
pembicaraan orang lain
5.
Tidak
jelas (artikulasi, relevan suku kata)
6.
Terlalu
banyak eu, a, euh...
7.
Tekanan
yang salah atu buruk pada kata-kata
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
Sejalan dengan simpulan diatas penulis merumuskan saran
sebagai berikut :
1.
Seorang
pelajar mahasiswa dan para profesional serta masyarakat umumnya perlu menyadari
akan pentingnya mengetahui dan menyadari akan pentingnya keefektipan dalam
berbicara. Agar kita terbiasa menggunakan bahasa yang baik dan benar dalam
berbicara serta dapat menempatkan sesuai dengan situasi dan kondisi ;
2.
Mempelajari
berbagai faktor penunjang keefektipan berbicara ;
3.
Memahami
pentingnya memiliki kemampuan keefektipan dalam berbicara ;
4.
Merealisasikan
berbicara yang efektif didalam kegiatan berkomunikasi sesuai dengan situasi dan
kondisi ;
5.
Dapat
menggunakan makalah ini sebagai pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan berbicara
yang efektip khususnya bagi kita sebagai mahasiswa yang dituntut untuk mampu
mengaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Terima kasih atas postingannya. Sgt membantu dlm mengerjakan tugas.
BalasHapusThanx da posting ilmu yg sangat mmbantu
BalasHapusterimakasih atas tulisannya. boleh skalian dengan daftar pustakanya?
BalasHapusTerimakasih :)
BalasHapusKak, maaf nanya, apa sy boleh Tau daftar pustaka untuk kutipan dari Arsjad?
BalasHapusMohon bantuannya
Tks
Kak maaf, sy perlu sekali Tau ttg daftar pustaka untuk kutipan dari Arsjad
BalasHapusMohon bantuannya 🙇
Kak maaf, sy perlu sekali Tau ttg daftar pustaka untuk kutipan dari Arsjad
BalasHapusMohon bantuannya 🙇
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerimakasih untuk informasinya ya, bermanfaat banget.
BalasHapusOh ya, sekedar nambahin informasi aja nih. Bagi yang membutuhkan Sewa Genset Syncronize Jakarta untuk keperluan berbagai acara seperti konser, pernikahan, meetup, atau lainnya bisa coba hubungi kami Arthur Teknik. Dengan senang hati, kami akan siap membantu Anda.
Terimakasih lagi min,
Salam blogger.
terimakasih telah berbagi
BalasHapus